ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Ketua Panja RUU Sistem Perbukuan (Sisbuk) Sutan Adil Hendra menegaskan ketersediaan buku menjadi indikator utama menumbuhkan budaya literasi di masyarakat. Sehingga, ia mengapresiasi acara yang menyediakan buku murah menyerupai Islamic Book Fair (IBF).
"Tak cukup dengan itu, bila bukunya tak ada, alasannya yang paling utama indikatornya buku," kata Wakil Ketua Komisi X dewan perwakilan rakyat RI itu kepada Republika, Ahad (7/5).
Ia beranggapan acara pasar buku murah merupakan salah satu gerakan meningkatkan literasi. Namun, menurutnya, permasalahan utama menumbuhkan budaya literasi, yaitu ketersediaan buku. Sehingga, ia optimistis UU Sisbuk sanggup menjadi solusi permasahan itu.
Sutan menjabarkan, ruh dari UU Sisbuk ada tiga, yakni, pertama buku mutu, artinya buku harus berkualitas dan berstandar. Kedua, buku murah, artinya buku teks utama yang digunakan anak nol hingga 12 tahun tak boleh dipungut biaya. Ketiga, buku merata bagi kawasan tertinggal dan disabilitas. Ia mengakui menyediakan buku merata menjadi hambatan bagi kawasan 3T dan disabilitas.
"Jadi dengan 3M (buku mutu, murah, merata) salah satu solusi untuk sanggup mengejar literasi yang memprihatinkan," ujar Sutan.
Ia menyebut, berdasarkan survei Most Littered Nation In the World yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara soal minat membaca. Posisi Indonesia hanya setingkat di atas Boswana. Menurut Sutan, survei itu tidak berbanding lurus dengan kemajuan Indonesia.
"Kalau minat baca kita rendah, kita akan ketinggalan," jelasnya.
republika.co.id Sumber https://indrabayang.blogspot.com/
0 Response to "Ketersediaan Buku Menjadi Hambatan Budaya Literasi"
Posting Komentar