Keterampilan Bertanya Guru Dan Aspek-Aspeknya

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280

Keterampilan Bertanya Guru Sebagai Keterampilan Mengajar Esensial

Pada ketika mengajar, dalam model pembelajaran, pendekatan, teknik atau seni administrasi apapun, salah satu keterampilan esensial (penting) yang harus dikuasai oleh guru dengan baik ialah keterampilan bertanya (questioning skills). Sebetulnya, blog kesayangan Penelitian Tindakan Kelas telah pernah mengulas wacana keterampilan bertanya guru ini, yaitu pada goresan pena tentang:

Pembahasan kali ini yang berkaitan wacana keterampilan/kemampuan bertanya guru tentu tidaklah keliru. Hal ini dimaksudkan biar teoritis keilmuan kita sebagai guru dan mahasiswa calon guru wacana keterampilan bertanya menjadi semakin lebih baik.

Kontroversi wacana Pertanyaan Guru

Banyak sekali penelitian wacana keterampilan bertanya guru atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru di dalam kelas telah dilakukan. Ranah penelitian pendidikan di bidang ini menjadi menarik sebab alasan di atas: yaitu begitu tak terpisahkannya proses bertanya dalam setiap pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas seorang guru. Hampir tak pernah ditemukan sebuah pembelajaran tanpa pengajuan pertanyaan oleh guru. Di dalam buku Learning to Teach edisi kelima karya Richard L. Arends yang diterbitkan oleh McGraw Hill tahun  2001 disebutkan bahwa:

Karena pertanyaan-pertanyaan begitu sering diajukan di dalam kelas, salah satu hal menarik wacana pertanyaan guru adalah: Apa imbas pertanyaan bagi pembelajaran siswa? Dalam bentuk lain: Apa imbas dari pertanyaan-pertanyaan guru yang bersifat faktual dan apa imbas pertanyaan-pertanyaan guru yang meminta siswa untuk berpikir pada taraf yang lebih tinggi (higher level thinking)? Selama bertahun-tahun, terdapat konsensus bahwa pertanyaan dengan : higher level thinking akan mengarahkan siswa pada perkembangan kognitif yang lebih besar dibanding bila siswa diberikan pertanyaan yang sifatnya konkret dan faktual. Tetapi kemudian pada tahun 1970-an, justru banyak penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada bukti nyata adanya perbedaan ini (Rosenshine: 1971; Dunkin & Biddle: 1974). Pada tahun 1976 Barak Rosenshine justru mengklaim bahwa pertanyaan faktual-lah yang justru sanggup meningkatkan perkembangan kognitif siswa, terlebih apabila guru dengan segera memperlihatkan umpan balik (feedback) terkait tanggapan yang benar dan tanggapan yang salah (tidak tepat). Dalam hal ini perlu dicatat bahwa Rosenshine melaksanakan penelitiannya pada siswa kelas rendah dari latar belakang sosial dan ekonomi tingkat bawah. Beberapa tahun kemudian Redfield mengumumkan hasil penelitian yang berlawanan, yaitu bahwa pertanyaan-pertanyaan guru yang mengacu pada pemikiran tingkat tinggi (higher level thinking) akan memperlihatkan imbas positif dan meningkatkan prestasi dan kemampuan berpikir siswa.

Pertanyaan Guru yang Baik

Selama satu dekade lebih sehabis itu, para peneliti wacana pertanyaan guru selalu memperlihatkan hasil-hasil yang saling berkontroversi. Akhirnya muncullah suatu konsensus bahwa tipe-tipe pertanyaan yang dilontarkan oleh guru harus diadaptasi dengan siswa, dengan siapa mereka bekerja (belajar), dan untuk jenis tujuan pembelajaran bagaimana mereka belajar. Gall (1984; Gall & Gall: 1990), sebagai contoh menginterpretasikan hasil-hasil penelitian ini sebagai berikut:
  • Pertanyaan-pertanyaan faktual lebih efektif untuk mempromosikan prestasi belum dewasa yang lebih muda, yang manakhususnya bila  melibatkan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar.
  • Pertanyaan-pertanyaan kognitif tingkat tinggi lebih efektif untuk siswa bila diharapkan berpikir siswa lebih diarahkan ke berpikir bebas (independen).

Tingkat Kesulitan Pertanyaan

Berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dipakai guru, para peneliti juga tertarik dalam kaitan tingkat kesulitan dan pola keseluruhan pertanyaan guru. Tingkat kesulitan suatu pertanyaan ialah mengacu pada kemampuan siswa-siswa menjawab pertanyaan alih-alih tingkat berpikir (kognitif) yang dibutuhkan. Lagi-lagi, hasil penelitian pada ranah ini juga memperlihatkan hasil yang beragam. Walaupun demikian, sehabis melewati bermacam review, penelitian-penelitian karenanya memperlihatkan bahwa, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jere Brophy & Tom Good (1986), ada 3 teladan yang harus dipertimbangkan guru ketika ingin tetapkan seberapa sulit pertanyaan akan diberikan kepada siswa, yaitu:
  • Proporsi terbesar (paling tidak 3/4 bagian) pertanyaan harus pada level di mana semua siswa akan sanggup menjawab pertanyaan tersebut.
  • Proporsi sisanya (1/4 bagian) pertanyaan harus berada pada level sulit, tetapi tetap harus sanggup direspon oleh siswa meskipun respon (jawaban) yang diberikan nantinya tidak sanggup lengkap.
  • Tidak ada pertanyaan yang tidak akan sanggup dijawab oleh siswa (mustahil bisa dijawab siswa).

Pola Pertanyaan Guru/Pola Tanya-Jawab

Pola keseluruhan pertanyaan guru juga sangat penting. Kenyataan di kelas yang sering ditemui ialah guru menanyakan semua pertanyaan dan semua siswalah yang harus menjawab pertanyaan dengan tepat. Kemudian guru akan mengulang-ulang pertanyaan yang sama apabila siswa tidak sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Sebenarnya, pola pertanyaan guru yang menyerupai ini sangat berdampak jelek pada diskusi kelas dan sama sekali tidak akan membawa siswa untuk membuatkan proses berpikirnya pada taraf yang lebih tinggi, bahkan justru mengarahkan siswa kepada kebosanan. Pada kelas yang baik, pola pertanyaan haruslah menyerupai ini: siapa saja boleh mengajukan pertanyaan, dan siapa saja boleh menjawab pertanyaan. Guru yang baik justru akan menciptakan pertanyaan yang jawaban-jawaban pertanyaan tersebut akan memancing siswa untuk bertanya, kemudian menjawab.

Waktu Tunggu (Wait Time)

Hal terpenting lainnya dalam kaitan keterampilan bertanya guru yang telah diselidiki oleh para peneliti di bidang ini ialah waktu tunggu (wait time).  Waktu tunggu ialah jeda waktu antara ketika pertanyaan dilontarkan oleh guru dengan waktu ketika siswa harus menjawab pertanyaan. Waktu tunggu pertama kali diteliti pada tahun 1960an. Waktu tunggu sangat penting untuk diterapkan oleh guru pada ketika memperlihatkan pertanyaan-pertanyaan di dalam kelasnya.

Demikian goresan pena kali ini wacana keterampilan bertanya guru, semoga bermanfaat.
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Keterampilan Bertanya Guru Dan Aspek-Aspeknya"

Posting Komentar