Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
 Pengembangan Materi Dan Model Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media Dan Berkon Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik
Model Pembelajaran Matematika Realistik

Pengembangan Materi Dan Model Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media Dan Berkonteks Lokal Surakarta Dalam Menunjang KTSP

 Oleh:
Slamet Hw dan Nining Setyaningsih
Jurusan Pendidikan Matematika,
FKIP - Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Sumber Jurnal:

Jurnal Penelitian Humaniora Vol. 11, No. 2, Agustus 2010
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora

Abstrak

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk menguji derajat keterpakaian model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Berbasis Media dan Berkonteks Lokal.Ujicoba dilaksanakan di tiga Sekolah Dasar di tiga Kabupaten/Kota yaitu Surakarta, Sukoharjo dan Boyolali. Melalui seting Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diperoleh simpulan bahwa: (1) model yang dirancang sanggup diimplementasikan dengan baik di semua tingkatan mulai Kelas 1 hingga Kelas 6, (2) media Pembelajaran yang dirancang untuk menunjang proses pembelajaran gampang diperoleh di semua lokasi ujicoba, (3) media pembelajaran yang dirancang untuk menunjang proses pembelajaran gampang digunakan, baik oleh guru maupun siswa, (4) penerapan model pembelajaran matematika realistik berbasis media dan berkonteks lokal sanggup meningkatkan: minat, keaktifan, kreativitas, kemandirian, dan penguasaan konsep siswa, dan (5) ternyata pelaksanaan PMR memerlukan waktu yang lebih usang alasannya yaitu guru-guru belum biasa dengan model yang baru. Dari temuan tersebut sanggup dinyatakan bahwa model pembelajaran matematika realistik berbasis media dan berkonteks lokal (Surakarta) mempunyai derajat keterpakaian yang tinggi, cukup efektif, namun kurang efisien alasannya yaitu memerlukan waktu yang cukup.

Kata Kunci: pembelajaran matematika realistik, berbasis media, dan berkonteks lokal.

Pendahuluan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengindikasikan bahwa seorang akseptor didik sanggup menyebabkan dirinya sebagai sumber daya insan yang handal dan bisa berkompetisi secara global. Untuk ini dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, serta bisa bekerja sama secara efektif dan efisien. Di dalam pendidikan matematika contoh pikir tersebut dikembangkan secara berkesinambungan alasannya yaitu matematika merupakan ilmu yang mempunyai struktur dan relasi yang berpengaruh antara satu konsep dengan konsep lainnya. Kaidah dan hukum yang berlaku dalam matematika tersusun dalam bahasa yang tegas dan tuntas sehingga pengguna sanggup mengkomunikasikan gagasannya secara lebih praktis, sistematis, dan efisien. Dengan demikian, akseptor didik yang berguru matematika akan berkembang bukan hanya pengetahuan matematikanya, melainkan juga kemampuan berkomunikasi, bernalar, dan memecahkan masalah.

Pada dasarnya berguru matematika haruslah dimulai dari mengerjakan persoalan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Matematika Realistik). Melalui mengerjakan persoalan matematika yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata, akseptor didik membangun konsep dan pemahaman dengan naluri, insting, daya nalar, dan konsep yang sudah diketahui. Mereka membentuk sendiri struktur pengetahuan matematika mereka melalui pinjaman guru dengan mendiskusikan kemungkinan alternatif tanggapan yang ada. Dalam hal ini tanggapan yang paling efisienlah yang diharapkan, tanpa mengabaikan alternatif lainnya.

Pembentukan pemahaman matematika melalui pemecahan persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari akan menunjukkan siswa beberapa keuntungan. Pertama, siswa sanggup lebih memahami relasi yang erat antara matematika dan situasi, kondisi, dan insiden di lingkungan sekitarnya. Banyak sarana di sekeliling mereka yang mengandung unsur matematika di dalamnya. Kedua, siswa terampil menuntaskan persoalan secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dengan memakai kemampuan yang ada. Dalam hal ini pengembangan “Learning for living” dan “Life skill” mendapat porsi yang sebenarnya. Ketiga, siswa membangun pemahaman pengetahuan matematika mereka secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri sehingga menumbuhkembangkan rasa percaya diri yang proporsional dalam bermatematika. Siswa tidak takut terhadap pelajaran matematika.

Ditinjau dari kerangka pengembangan pembaharuan sistem pendidikan, penerapan model pembelajaran menurut potensi lingkungan sekitar yaitu sesuai dengan inspirasi desentralisasi pendidikan. Bahwa desentralisasi merupakan upaya perbaikan efektivitas dan efisiensi pendidikan yang diharapkan sanggup menumbuh-kembangkan kemampuan tempat untuk meningkatkan potensinya secara mandiri. Oleh alasannya yaitu itu, pengembangan model pembelajaran matematika yang berbasis media dan berkonteks lokal (dari lingkungan kasatmata yang dikenal siswa) sangat diharapkan guna memperkaya pengetahuan matematika siswa dan mendekatkan siswa pada lingkungannya. Pengembangan model pembelajaran ini melibatkan guru dan para jago pendidikan matematika sehingga diharapkan sanggup menghasilkan alur dan taktik pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kondisi lokal.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyarankan dalam penggunaan taktik pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan persoalan yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Untuk meningkatkan keefektivan pembelajaran, sekolah diharapkan memakai teknologi isu dan komunikasi. Selain itu, konstruktivisme dipandang sebagai alternatif pendekatan yang sesuai. Diasumsikan bahwa siswa sudah mempunyai pengetahuan ihwal lingkungan dan insiden /gejala di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para jago pendidikan bahwa inti kegiatan pendidikan yaitu memulai pelajaran dari “apa yang diketahui siswa”. Jadi, siswa membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, dimulai dari gagasan non-ilmiah menjadi pengetahuan ilmiah.

Guru berperan sebagai “fasilitator dan penyedia kondisi” agar proses berguru dapatberlangsung. Diskusi kelas yang interaktif, demonstrasi dan peragaan mekanisme ilmiah, dan pengujian hasil penelitian sederhana merupakan kondisi berguru yang kondusif. Kondisi kelas ibarat ini akan menunjukkan kesempatan pada siswa untuk bertanya, menjawab, berdiskusi, dan mengemukakan pendapat, gagasan, dan inspirasi secara sistematis. Kondisi inilah yang sanggup menyebabkan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi yang menghargai kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman dan perbedaan siswa dan lingkungannya.

Dalam pembelajaran matematika model yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme dan kontekstual yaitu Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Model ini dikembangkan di Belanda, bertumpu pada filosofi Freudenthal (1973) yang menyatakan bahwa matematika yaitu acara manusia, dan semua unsur matematika dalam kehidupan sehari-hari harus diberdayagunakan untuk membelajarkan matematika di kelas.

Selain mematematikakan persoalan dari kehidupan sehari-hari, siswa diberi kesempatan untuk  mematematikakan konsep, notasi, model, prosedur, operasi dan pemecahan persoalan matematika lainnya. Sebagai acara manusia, bahan matematika harus ditemukan sendiri oleh siswa. Mereka berguru membentuk model (formal atau tidak formal) menurut soal yang disajikan. Pada kesudahannya mereka juga akan membentuk sendiri struktur dan pemahaman dan pengetahuan formal matematika mereka. Kesempatan yang diberikan untuk mengerjakan soal matematika dari kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri akan menolong siswa membentuk pemahaman gres akan konsep dan operasi matematika. Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu (a) “penemuan terbimbing” dan “bermatematika secara maju” (guided reinvention and progressive mathematization), (b) fenomena pembelajaran (didactical phenomenology), dan (c) model pengembangan sanggup berdiri diatas kaki sendiri (emerged model). Prinsip pertama “Penemuan terbimbing” berarti siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menuntaskan banyak sekali soal kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa membentuk konsep, menyusun model, menerapkan konsep yang telah diketahui, dan menyelesaikannya menurut kaidah matematika yang berlaku (Goffree, 1993). Berdasarkan soal, siswa membangun model dari situasi soal (dalam bentuk formal atau tidak formal), kemudian menyusun model matematika untuk menyelesaikannya hingga siswa mendapat pengetahuan formal matematika.................

Download selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik"

Posting Komentar