ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Pendidikan ialah hak fundamental bagi setiap warga negara Indonesia. Namun, faktanya masih ada kendala, terutama dari sisi forum pendidikan yang masih memerlukan perbaikan dan dukungan. Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Budaya Moch Abduh mengakui, pendidikan di Indonesia masih mempunyai sejumlah permasalahan. Terutama, berdasarkan Abduh, ada pada tingkat sekolah menengah.
Abduh membagi dua kategori, yakni dari sisi siswa dan guru. Ia menjelaskan, umumnya siswa di sekolah menengah masih lemah pada kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Selain itu, mereka juga masih sulit berpikir dalam pengolahan gosip dan hanya unggul pada pertanyaan atau soal yang sudah dijumpai.
Dilihat dari pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA) antara 2002-2015, Abduh mengatakan, skor PISA Indonesia masih berada di bawah angka 500. Dari 69 negara yang mengikuti PISA, peringkat Indonesia masih berada di sekitar peringkat 63-64.
Selanjutnya, Abduh menambahkan, siswa di Indonesia masih lemah dalam literasi membaca. Kemudian pada literasi matematika, siswa lemah dalam kemampuan mengolah informasi. "Siswa kita tidak cermat melihat footnote atau klarifikasi dalam suatu bacaan. Sehingga, umumnya masih banyak yang menjawab pertanyaan dengan keliru," kata Abduh, dalam diskusi bertajuk Kilas Kinerja Pendidikan Baznas 2017 yang diselenggarakan di kantor Republika,
Dari sisi guru, Abduh memaparkan, banyak guru yang masih rendah dalam kemampuan melaksanakan penilaian. Umumnya, guru hanya memberi nilai, tapi tidak memperlihatkan penilaian penilaian atau timbal balik bagi muridnya.
Selain itu, berdasarkan dia, masih sedikit sekolah mulai dari SD, SMP, SMA/SMK yang mempunyai legalisasi A. Sebaliknya, sekolah yang belum terakreditasi masih banyak. Sementara itu, hasil Ujian Nasional (UN) pada 2017 menurun dibanding 2016. Tidak hanya itu, lanjut Abduh, masih ada guru yang belum memenuhi kualifikasi Departemen Agama (Depag) atau S1.
"Untuk Sekolah Menengah Pertama masih ada sekitar tiga dan Sekolah Menengan Atas tujuh. Ditingkat SD, masih ada 70 lebih yang belum mengajukan akreditasi," kata dia.
Di tingkat perguruan tinggi tinggi, Kasubdit Penalaran dan Kreativitas Direktorat Kemahasiswaan dan Perguruan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Misbah Fikriyanto mengatakan, Indonesia masih mempunyai tantangan dalam meningkatkan mutu dan daya saing yang dihasilkan dari perguruan tinggi tinggi.
Saat ini, Indonesia mempunyai 4.400 perguruan tinggi tinggi. Ia menuturkan, jumlah mahasiswa ketika ini sebesar 7,1 juta orang. Lima juta orang di antaranya dikelola di bawah Kemenristekdikti dan sisanya dikelola oleh kementerian lain. Sedangkan jumlah mahasiswa gres tahun ini ialah sebanyak 400 ribu orang.
Namun, Misbah menyampaikan daya saing perguruan tinggi tinggi di Indonesia relatif masih rendah. Sementara itu, Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Karena itu, berdasarkan dia, yang menjadi tantangan dunia pendidikan di perguruan tinggi tinggi ialah menciptakan agenda peningkatan kompetensi mahasiswa. Sebab, mahasiswa ialah pemimpin masa depan, yang akan mengolah sumber daya alam dan membangun negeri.
Dalam hal ini, Kemenristekdikti terus menciptakan penemuan dalam aneka macam program-program guna meningkatkan mutu dan daya saing tersebut. "Membangun mutu dan daya saing tidak mudah. Pintar saja tidak cukup, tapi harus mempunyai jiwa sosial yang baik," kata Misbah.
Salah satu agenda yang terus berkesinambungan dilakukan oleh pemerintah ialah pemberian beasiswa bagi mahasiswa. Misbah mengatakan, agenda beasiswa diperlukan menjadi stimulan sehingga mahasiswa bisa menciptakan prototipe atau model yang lebih baik dalam pendidikan di Tanah Air.
Dalam hal ini, Misbah memperlihatkan apresiasi kepada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang telah berkontribusi dalam pembangunan dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Sebagai tubuh zakat, Baznas tidak hanya fokus pada aspek keagamaan, tetapi juga pada bidang pendidikan. Salah satunya, dengan memperlihatkan beasiswa bagi pelajar yang tidak mampu.
Sebagai forum filantropi, Baznas turut berkontribusi di bidang pendidikan melalui pencapaian zakat. Targetnya, pada 2030, semua anak menuntaskan pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya, setara, dan berkualitas yang mengarah pada capaian pembelajaran yang relevan dan efektif.
Sekolah Menengah Pertama Cendekia BAZNAS merupakan Sekolah Menengah Pertama bebas biaya bagi lulusan SD/MI pria dan wanita dan berasrama. Sekolah ini setiap tahun mendapatkan 64 siswa (32 pria dan 32 perempuan).
Komisioner Baznas Nana Mintarti mengatakan, tahun kemudian ada 95 siswa yang menjadi peserta manfaat langsung.
Selain itu, terdapat hampir 300 peserta manfaat lain melalui agenda beasiswa siswa SD-SMP masyarakat sekitar sekolah, training guru bulanan, perpustakaan yang dibuka untuk umum, laboratorium komputer yang terbuka bagi umum, pelayanan kesehatan masyarakat di klinik SCB, serta pengajuan rutin bagi masyarakat sekitar.
"Kami meyakini, acara pendidikan yang telah dilakukan selama ini masih ditemui banyak kekurangan, sehingga perlu perbaikan dan pengembangan program," ujarnya, .
Pada tahun lalu, para alumnus beasiswa Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) sebanyak 74 orang berkumpul untuk membentuk ikatan alumni. Program ini fokus pada keberlanjutan pendidikan di perguruan tinggi tinggi.
"Sepanjang 2017, tercatat 628 mahasiswa dibantu dengan total anggaran Rp 7,9 miliar untuk agenda beasiswa dan sumbangan biaya pendidikan bagi SD,SMP, SMA/sederajat sebanyak 11.720 orang telah dibantu dengan total sumbangan Rp 7,1 miliar," kata Nana.
sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kiki Sakinah
0 Response to "Potret Dan Tantangan Pendidikan Zaman Now, Guru Mesti Baca"
Posting Komentar